Pemilihan Gubernur DKI Jakarta sehari lagi. Pemimpin yang Anda pilih
akan menentukan masa depan Jakarta 5 tahun ke depan. Tak ada salahnya
menengok sejenak kiprah para pemimpin DKI dari masa ke masa ini.
Pemimpin Jakarta dulu sebelum jabatan gubernur adalah walikota.
Menengok sejarah pemimpin Jakarta ini agar kita tak lupa mengetahui bahwa siapa saja bisa menjadi pemimpin di DKI Jakarta, tak peduli asal, suku maupun agamanya asal memiliki kemampuan yang mumpuni untuk menjadikan Jakarta sebagai ibukota Nusantara ini.
Berikut adalah gubernur DKI Jakarta dari masa ke masa seperti yang dikutip dari berbagai sumber:
1. Raden Suwiryo
Raden Suwiryo terhitung pemimpin Jakarta pertama. Suwiryo yang kelahiran Wonogiri, Jawa Tengah, pada 17 Februari 1903 ini merupakan tokoh pergerakan seperti Jong Java, Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia, Jawa Hokokai dan Pusat Tenaga Rakyat (Putera).
Kariernya di Jakarta dimulai saat pendudukan Jepang pada Juli 1945. Saat itu yang menjadi Walikota DKI adalah tokoh Jepang, Tokubetsyu Sito. Suwiryo menjadi Wakil Walikota pertama, sedangkan Wakil Walikota kedua adalah Baginda Dahlan Abdullah. Saat itu, Sunaryo melakukan nasionalisasi pemerintahan dan kekuasaan kota secara diam-diam.
Saat Jepang takluk pada Sekutu Agustus 1945, dan berita tentang itu ditutup-tutupi, Suwiryo dengan berani menanggung segala akibatnya untuk menyebarkan berita itu pada warga Jakarta dalam suatu pertemuan. Dia ikut mendorong dwitunggal Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Setelah merdeka, Suwiryo ditunjuk Bung Karno sebagai Walikota Jakarta pada 23 September 1945. Saat Sekutu yang ditumpangi NICA mendarat kembali di Indonesia, Suwiryo diasingkan ke Semarang, Yogyakarta pada tahun 1947-1949. Saat itu jabatan dipegang sementara oleh Daan Jahja. Kembali ke Jakarta pada 1949, Bung Karno mengangkatnya kembali menjadi Walikota Jakarta pada 17 Februari 1950 sampai 1951. Suwiryo meninggal pada 27 Agustus 1967 karena sakit. Suwiryo dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan.
2. Daan Jahja
Daan Jahja memegang tampuk pemimpin sementara saat Suwiryo diasingkan. Daan adalah gubernur militer Jakarta setelah sebelumnya menjadi Panglima Divisi Siliwangi. Selama memimpin Jakarta dia menghadapi pemberontakan Kapten Westerling yang tidak menerima terhadap penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia. Pada awal 1950, Jakarta menghadapi masalah administrasi dalam masa transisi dari pemerintah kolonial ke pemerintah NKRI. Dan Daan berhasil membenahi masalah itu.
Daan yang lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, pada 5 Januari 1925 ini wafat pada 20 Juni 1985, tepat saat Idul Fitri 1405 H, sepulangnya dari Masjid Sunda Kelapa setelah melaksanakan salat Ied.
3. Sjamsuridjal
Sjamsuridjal menggantikan Suwiryo menjadi Walikota Jakarta pada 1951-1953. Sebelumnya dia adalah Walikota Bandung dan Solo. Masalah-masalah fasilitas hidup dasar sudah menjadi perhatiannya, seperti air, listrik, pendidikan, kesehatan dan pertanahan.
Dia juga membangun pembangkit listrik di Ancol untuk mengatasi masalah listrik yang byar-pet, membangun sarana pengolahan air di Karet, menambah pipa dan suplai air dari Bogor.
4. Sudiro
Sudiro adalah Walikota Jakarta pada tahun 1953-1960. Di masanya, Jakarta mulai mengalami pemekaran, yakni dengan membaginya menjadi 3 kabupaten yaitu Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Selatan. Sudiro juga mengupayakan partisipasi warga dalam mengurus lingkungannya dengan gagasan pembentukan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Kampung (RK) yang kemudian dikenal dengan Rukun Warga (RW).
Oh ya, gagasan membangun landmark Jakarta, yakni Monumen Nasional (Monas) lahir di bawah pemerintahannya, berasalkan ide dari Sarwoko dan didukung Bung Karno. Namun eksekusi pelaksanaannya diteruskan oleh penerusnya.
Pria kelahiran Yogyakarta 24 April 1911 ini kemudian wafat pada tahun 1992.
5. Soemarno Sosroatmodjo
Pria kelahiran Rambipuji, Jember, Jawa Timur pada 24 April 1911 ini merupakan Gubernur DKI Jakarta untuk 2 periode, yakni tahun 1960-1964 dan periode 1965-1966. Soemarno adalah seorang dokter dan seorang militer.
Di masa kepemimpinannya, landmark-landmark Jakarta dibangun. Sebut saja Monas, Patung Selamat Datang di Bundaran HI, Patung Pahlawan di Menteng. Dia juga menggagas konsep rumah minimum warga dengan luas 90 meter persegi di atas tanah 100 meter persegi yang letaknya dekat dengan tempat kerja yang dibangun di Raden Saleh, Karang Anyar, Tanjung Priok dan Bandengan Selatan.
Setelah menjadi gubernur, Soemarno menjadi Mendagri. Kemudian merangkap menjadi Gubernur Jakarta kembali karena menggantikan gubernur Henk Ngantung yang karena alasan kesehatan mundur dari jabatan itu.
6. Henk Ngantung
Hendrik Hermanus Joel Ngantung alias Henk Ngantung adalah Gubernur DKI Jakarta periode 1964-1965. Pria kelahiran Manado, Sulawesi Utara 1 Maret 1921 ini sebelum menjadi gubernur adalah seniman, tepatnya pelukis, tanpa pendidikan formal.
Presiden Soekarno sendiri yang menunjuk Henk Ngantung karena Bung Karno ingin Jakarta menjadi kota budaya. Henk, dinilai Bung Karno, berbakat artistik.
Hanya menjabat setahun, Henk mundur karena masalah kesehatannya, yakni digerogoti penyakit jantung dan glukoma hingga buta. Soemarno kemudian melanjutkan masa jabatan Henk.
Kendati dinilai tidak berhasil, namun Patung Selamat Datang adalah hasil sketsa Henk, setelah digagas oleh Bung Karno. Henk pula yang membuat lambang DKI Jakarta dan Kostrad.
7. Ali Sadikin
Ali Sadikin adalah gubernur DKI Jakarta yang legendaris yang memegang tampuk kepemimpinan dari 1966-1977. Pria kelahiran Sumedang, Jawa Barat pada 7 Juli 1927 ini merupakan seorang anggota TNI AL.
Bang Ali, demikian Ali Sadikin biasa disapa warga Jakarta, saat itu sangat berjasa mengembangkan Jakarta sebagai kota metropolitan. Bang Ali membangun pusat-pusat budaya, pusat-pusat hiburan seperti Taman Ismail Marzuki (TIM), pusat pelestarian budaya Betawi di Condet, Taman Monas, Taman Ria Senayan, Kebun Binatang Ragunan. Di masa Bang Ali-lah cikal bakal Pekan Raya Jakarta dimulai, juga pemilihan Abang-None Jakarta.
Dia juga membenahi sistem transportasi dengan mendatangkan banyak bus kota, membangun halte. Bang Ali sempat membuat kontroversi dengan mengizinkan untuk membuka kelab malam, pusat perjudian namun menarik pajaknya untuk pembangunan kota dan lokalisasi pelacuran di Kramat Tunggak.
Bang Ali wafat di Singapura pada 20 Mei 2008.
8. Tjokropranolo
Tjokropranolo menjabat gubernur DKI Jakarta pada peripde 1977-1982. Pria yang disapa Bang Nolly ini kelahiran Temanggung, Jawa Tengah 21 Mei 1924, dan sebelumnya menjadi pengawal pribadi Panglima Besar Jenderal Sudirman. Dia turut meloloskan Sudirman dari serangan maut tentara Belanda.
Bang Nolly ini sangat konsen dengan masalah rakyat kecil, bahkan sering mengunjungi berbagai macam pabrik untuk melihat kesejahteraan buruh, dan menyediakan tempat khusus untuk usaha kecil. Masalah transportasi dan kemacetan mulai menjadi masalah. Perda yang mengatur PKL tidak efektif karena sering dilanggar hingga menimbulkan kemacetan di jalanan.
9. Raden Soeprapto
Pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah pada 12 Agustus 1924 ini adalah gubernur DKI Jakarta periode 1982-1987. Pada masanya, ia membuat master plan DKI Jakarta pada 1985-2005 yang sekarang dikenal dengan Rancangan Umum Tata Ruang.
10. Wiyogo Atmodarminto
Bersih, manusiawi dan wibawa alias BMW adalah konsep Jakarta yang diajukan Wiyogo Atmodarminto saat menjabat gubernur periode 1987-1992. Bang Wi yang kelahiran Yogyakarta 22 November 1922 ini merupakan pelaku Serangan Umum 1 Maret.
Sebelum menjadi Gubernur DKI, dia adalah Dubes RI untuk Jepang, mantan Panglima Kowilhan II (1981-1983) dan Panglima Kostrad (Januari 1978 – Maret 1980). Penggusuran becak di wilayah Jakarta terjadi pada masa kepemimpinannya.
11. Soerjadi Soedirdja
Soerjadi Soedirdja adalah Gubernur DKI pada periode 1992-1997. Soerjadi mulai membangun rumah susun, ruang terbuka hijau dan memperbanyak daerah resapan air. Di masanya terjadi peristiwa politik Kerusuhan 27 Juli 1996.
12. Sutiyoso
Sutiyoso adalah gubernur DKI selama 2 periode yakni 1997-2002 dan 2002-2007. Bang Yos, begitu pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah 6 Desember 1944 ini biasa disapa. Mantan Menristek Kusmayanto Kadiman dalam suatu kesempatan sempat menjuluki Bang Yos sebagai pemimpin bertangan besi bersarung tangan beludru.
Kebijakannya terkesan keras, tanpa kompromi dan kontroversial. Seperti penambahan lajur busway, pemagaran Monas. Sistem transportasi busway dengan 10 koridor yang menghubungkan Jakarta merupakan salah satu proyek yang berhasil di bawah kepemimpinannya, untuk sedikit memecahkan masalah kemacetan di Jakarta.
Setelah Sutiyoso, penggantinya adalah wakilnya yakni Fauzi Bowo. Fauzi Bowo yang menang dalam Pilgub DKI 2007-2012 kini mencalonkan kembali menjadi gubernur DKI periode 2012-2017.
Menengok sejarah pemimpin Jakarta ini agar kita tak lupa mengetahui bahwa siapa saja bisa menjadi pemimpin di DKI Jakarta, tak peduli asal, suku maupun agamanya asal memiliki kemampuan yang mumpuni untuk menjadikan Jakarta sebagai ibukota Nusantara ini.
Berikut adalah gubernur DKI Jakarta dari masa ke masa seperti yang dikutip dari berbagai sumber:
1. Raden Suwiryo
Raden Suwiryo terhitung pemimpin Jakarta pertama. Suwiryo yang kelahiran Wonogiri, Jawa Tengah, pada 17 Februari 1903 ini merupakan tokoh pergerakan seperti Jong Java, Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia, Jawa Hokokai dan Pusat Tenaga Rakyat (Putera).
Kariernya di Jakarta dimulai saat pendudukan Jepang pada Juli 1945. Saat itu yang menjadi Walikota DKI adalah tokoh Jepang, Tokubetsyu Sito. Suwiryo menjadi Wakil Walikota pertama, sedangkan Wakil Walikota kedua adalah Baginda Dahlan Abdullah. Saat itu, Sunaryo melakukan nasionalisasi pemerintahan dan kekuasaan kota secara diam-diam.
Saat Jepang takluk pada Sekutu Agustus 1945, dan berita tentang itu ditutup-tutupi, Suwiryo dengan berani menanggung segala akibatnya untuk menyebarkan berita itu pada warga Jakarta dalam suatu pertemuan. Dia ikut mendorong dwitunggal Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Setelah merdeka, Suwiryo ditunjuk Bung Karno sebagai Walikota Jakarta pada 23 September 1945. Saat Sekutu yang ditumpangi NICA mendarat kembali di Indonesia, Suwiryo diasingkan ke Semarang, Yogyakarta pada tahun 1947-1949. Saat itu jabatan dipegang sementara oleh Daan Jahja. Kembali ke Jakarta pada 1949, Bung Karno mengangkatnya kembali menjadi Walikota Jakarta pada 17 Februari 1950 sampai 1951. Suwiryo meninggal pada 27 Agustus 1967 karena sakit. Suwiryo dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan.
2. Daan Jahja
Daan Jahja memegang tampuk pemimpin sementara saat Suwiryo diasingkan. Daan adalah gubernur militer Jakarta setelah sebelumnya menjadi Panglima Divisi Siliwangi. Selama memimpin Jakarta dia menghadapi pemberontakan Kapten Westerling yang tidak menerima terhadap penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia. Pada awal 1950, Jakarta menghadapi masalah administrasi dalam masa transisi dari pemerintah kolonial ke pemerintah NKRI. Dan Daan berhasil membenahi masalah itu.
Daan yang lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, pada 5 Januari 1925 ini wafat pada 20 Juni 1985, tepat saat Idul Fitri 1405 H, sepulangnya dari Masjid Sunda Kelapa setelah melaksanakan salat Ied.
3. Sjamsuridjal
Sjamsuridjal menggantikan Suwiryo menjadi Walikota Jakarta pada 1951-1953. Sebelumnya dia adalah Walikota Bandung dan Solo. Masalah-masalah fasilitas hidup dasar sudah menjadi perhatiannya, seperti air, listrik, pendidikan, kesehatan dan pertanahan.
Dia juga membangun pembangkit listrik di Ancol untuk mengatasi masalah listrik yang byar-pet, membangun sarana pengolahan air di Karet, menambah pipa dan suplai air dari Bogor.
4. Sudiro
Sudiro adalah Walikota Jakarta pada tahun 1953-1960. Di masanya, Jakarta mulai mengalami pemekaran, yakni dengan membaginya menjadi 3 kabupaten yaitu Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Selatan. Sudiro juga mengupayakan partisipasi warga dalam mengurus lingkungannya dengan gagasan pembentukan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Kampung (RK) yang kemudian dikenal dengan Rukun Warga (RW).
Oh ya, gagasan membangun landmark Jakarta, yakni Monumen Nasional (Monas) lahir di bawah pemerintahannya, berasalkan ide dari Sarwoko dan didukung Bung Karno. Namun eksekusi pelaksanaannya diteruskan oleh penerusnya.
Pria kelahiran Yogyakarta 24 April 1911 ini kemudian wafat pada tahun 1992.
5. Soemarno Sosroatmodjo
Pria kelahiran Rambipuji, Jember, Jawa Timur pada 24 April 1911 ini merupakan Gubernur DKI Jakarta untuk 2 periode, yakni tahun 1960-1964 dan periode 1965-1966. Soemarno adalah seorang dokter dan seorang militer.
Di masa kepemimpinannya, landmark-landmark Jakarta dibangun. Sebut saja Monas, Patung Selamat Datang di Bundaran HI, Patung Pahlawan di Menteng. Dia juga menggagas konsep rumah minimum warga dengan luas 90 meter persegi di atas tanah 100 meter persegi yang letaknya dekat dengan tempat kerja yang dibangun di Raden Saleh, Karang Anyar, Tanjung Priok dan Bandengan Selatan.
Setelah menjadi gubernur, Soemarno menjadi Mendagri. Kemudian merangkap menjadi Gubernur Jakarta kembali karena menggantikan gubernur Henk Ngantung yang karena alasan kesehatan mundur dari jabatan itu.
6. Henk Ngantung
Hendrik Hermanus Joel Ngantung alias Henk Ngantung adalah Gubernur DKI Jakarta periode 1964-1965. Pria kelahiran Manado, Sulawesi Utara 1 Maret 1921 ini sebelum menjadi gubernur adalah seniman, tepatnya pelukis, tanpa pendidikan formal.
Presiden Soekarno sendiri yang menunjuk Henk Ngantung karena Bung Karno ingin Jakarta menjadi kota budaya. Henk, dinilai Bung Karno, berbakat artistik.
Hanya menjabat setahun, Henk mundur karena masalah kesehatannya, yakni digerogoti penyakit jantung dan glukoma hingga buta. Soemarno kemudian melanjutkan masa jabatan Henk.
Kendati dinilai tidak berhasil, namun Patung Selamat Datang adalah hasil sketsa Henk, setelah digagas oleh Bung Karno. Henk pula yang membuat lambang DKI Jakarta dan Kostrad.
7. Ali Sadikin
Ali Sadikin adalah gubernur DKI Jakarta yang legendaris yang memegang tampuk kepemimpinan dari 1966-1977. Pria kelahiran Sumedang, Jawa Barat pada 7 Juli 1927 ini merupakan seorang anggota TNI AL.
Bang Ali, demikian Ali Sadikin biasa disapa warga Jakarta, saat itu sangat berjasa mengembangkan Jakarta sebagai kota metropolitan. Bang Ali membangun pusat-pusat budaya, pusat-pusat hiburan seperti Taman Ismail Marzuki (TIM), pusat pelestarian budaya Betawi di Condet, Taman Monas, Taman Ria Senayan, Kebun Binatang Ragunan. Di masa Bang Ali-lah cikal bakal Pekan Raya Jakarta dimulai, juga pemilihan Abang-None Jakarta.
Dia juga membenahi sistem transportasi dengan mendatangkan banyak bus kota, membangun halte. Bang Ali sempat membuat kontroversi dengan mengizinkan untuk membuka kelab malam, pusat perjudian namun menarik pajaknya untuk pembangunan kota dan lokalisasi pelacuran di Kramat Tunggak.
Bang Ali wafat di Singapura pada 20 Mei 2008.
8. Tjokropranolo
Tjokropranolo menjabat gubernur DKI Jakarta pada peripde 1977-1982. Pria yang disapa Bang Nolly ini kelahiran Temanggung, Jawa Tengah 21 Mei 1924, dan sebelumnya menjadi pengawal pribadi Panglima Besar Jenderal Sudirman. Dia turut meloloskan Sudirman dari serangan maut tentara Belanda.
Bang Nolly ini sangat konsen dengan masalah rakyat kecil, bahkan sering mengunjungi berbagai macam pabrik untuk melihat kesejahteraan buruh, dan menyediakan tempat khusus untuk usaha kecil. Masalah transportasi dan kemacetan mulai menjadi masalah. Perda yang mengatur PKL tidak efektif karena sering dilanggar hingga menimbulkan kemacetan di jalanan.
9. Raden Soeprapto
Pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah pada 12 Agustus 1924 ini adalah gubernur DKI Jakarta periode 1982-1987. Pada masanya, ia membuat master plan DKI Jakarta pada 1985-2005 yang sekarang dikenal dengan Rancangan Umum Tata Ruang.
10. Wiyogo Atmodarminto
Bersih, manusiawi dan wibawa alias BMW adalah konsep Jakarta yang diajukan Wiyogo Atmodarminto saat menjabat gubernur periode 1987-1992. Bang Wi yang kelahiran Yogyakarta 22 November 1922 ini merupakan pelaku Serangan Umum 1 Maret.
Sebelum menjadi Gubernur DKI, dia adalah Dubes RI untuk Jepang, mantan Panglima Kowilhan II (1981-1983) dan Panglima Kostrad (Januari 1978 – Maret 1980). Penggusuran becak di wilayah Jakarta terjadi pada masa kepemimpinannya.
11. Soerjadi Soedirdja
Soerjadi Soedirdja adalah Gubernur DKI pada periode 1992-1997. Soerjadi mulai membangun rumah susun, ruang terbuka hijau dan memperbanyak daerah resapan air. Di masanya terjadi peristiwa politik Kerusuhan 27 Juli 1996.
12. Sutiyoso
Sutiyoso adalah gubernur DKI selama 2 periode yakni 1997-2002 dan 2002-2007. Bang Yos, begitu pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah 6 Desember 1944 ini biasa disapa. Mantan Menristek Kusmayanto Kadiman dalam suatu kesempatan sempat menjuluki Bang Yos sebagai pemimpin bertangan besi bersarung tangan beludru.
Kebijakannya terkesan keras, tanpa kompromi dan kontroversial. Seperti penambahan lajur busway, pemagaran Monas. Sistem transportasi busway dengan 10 koridor yang menghubungkan Jakarta merupakan salah satu proyek yang berhasil di bawah kepemimpinannya, untuk sedikit memecahkan masalah kemacetan di Jakarta.
Setelah Sutiyoso, penggantinya adalah wakilnya yakni Fauzi Bowo. Fauzi Bowo yang menang dalam Pilgub DKI 2007-2012 kini mencalonkan kembali menjadi gubernur DKI periode 2012-2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar